
5 Alat Bukti Perkara Pidana Berdasarkan KUHAP
5 Alat Bukti Perkara Pidana Berdasarkan KUHAP – Alat bukti dalam acara perkara pidana merupakan suatu komponen paling penting untuk menetapkan hukuman atas kasus atau peristiwa hukum yang terjadi di Indonesia berdasarkan Kitab Undang—Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Berdasarkan keterangan tersirat di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Bukti merupakan tanda, keterangan dan kebenaran terhadap suatu peristiwa secara nyata. Sementara alat bukti yaitu segala benda atau hal yang berkaitan erat dengan suatu perkara, peristiwa atau kejadian tertentu.
Jika ditarik kesimpulan, alat bukti merupakan seperangkat alat atau benda yang dipergunakan untuk membuktikan suatu fakta, kejadian hingga dalil terhadap sidang pengadilan setempat. Dimana contoh alat bukti pada umumnya berupa sumpah, persangkaan, kesaksian, tulisan atau lisan.
Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1981 “Terkait Hukum Acara Pidana”, alat bukti telah diatur, dibenarkan dan disahkan untuk mengusut tuntas atas kasus yang menimpa para korban oleh tersangka utama. Sehingga peran hakim dapat mengidentifikasi dan menentukan putusan hukuman setelah mendapatkan keterangan lengkap melalui proses dan hasil penyelidikan kepolisian.
Beberapa Alat Bukti Pada Persidangan Pidana Menurut KUHAP
Pada hakikatnya, alat bukti menjadi keterangan abadi dalam membuktikan perkara pidana, dalil – dalil pidana hingga putusan pidana. Berdasarkan Pasal 184 (1) KUHAP, alat bukti sah terbagi menjadi 5 hal, di antaranya;
1. Keterangan Saksi
Pada urutan pertama, Keterangan Saksi adalah alat bukti yang dapat dipergunakan untuk memproses perkara pidana sebelum memasuki meja persidangan. Pada proses ini, pihak kepolisian mendapatkan tugas mulia untuk melakukan pengamatan, penyidikan, penyelidikan hingga penuntutan untuk mendapatkan berbagai bukti nyata terhadap peristiwa hukum yang menimpa korban. Menilik dari Pasal 1 Nomor 27 UU No.1 Tahun 1981 “Terkait Hukum Acara Pidana” dapat diterangkan bahwa
“Keterangan dari para saksi menjadi alat bukti paling kuat untuk mengidentifikasi kronologi peristiwa yang menimpa tindak kejahatan secara hukum di lokasi.”
Dari hal tersebut kita pasti paham bahwa kesaksian dari para saksi merupakan alat bukti yang paling nyata dan tidak dapat dirubah atau dimanipulasi pada saat memasuki proses penyelidikan. Pihak majelis hakim akan mempertimbangkan keterangan tersebut untuk mendapatkan bukti lain yang lebih kuat sebelum akhirnya memasuki proses persidangan hingga menetapkan suatu perkara pidana.
2. Keterangan Ahli
Sementara alat bukti yang berikutnya adalah Keterangan Ahli. Dalam hal ini, seorang ahli merupakan pihak yang memiliki keahlian khusus dalam menangani suatu perkara tanpa harus berada di lokasi kejadian. Para ahli akan diperiksa lebih lanjut untuk mengutarakan kasus hukum berdasarkan Pasal 1 Nomor 28 UU No.1 Tahun 1981 “Terkait Hukum Acara Pidana”.
Yang artinya para ahli termasuk advokat, kuasa hukum atau pengacara yang bertugas untuk memberikan pembelaan terhadap para saksi, korban dan tersangka. Namun keterangan mereka tidak sepenuhnya diterima di persidangan pidana lantaran hanya meluruskan suatu masalah demi menemukan letak kesalahan dari para tersangka.
3. Surat
Surat memiliki arti penting atas terciptanya dan terlaksananya proses persidangan pidana di depan muka hakim. Sebagaimana pada umumnya, surat putusan dibuat berdasarkan sumpah yang dikuatkan dengan sumpah jabatan untuk mendefinisikan terhadap kejadian perkara pidana. Menurut Pasal 187 UU No.1 Tahun 1981 “Terkait Hukum Acara Pidana”, disebutkan bahwa
• Surat lain dan berita surat berbentuk resmi ditetapkan dan dibuat oleh para pejabat hukum untuk menjadikan keterangan terhadap suatu kejadian yang dialami oleh para korban dan saksi.
• Surat yang terbuat dari peraturan UU dibuat dan diresmikan oleh pejabat tata laksana yang diperuntukkan untuk mengidentifikasi suatu kejadian perkara.
• Surat keterangan ahli merupakan surat edaran yang hanya diperlukan untuk menguatkan keterangannya berdasarkan kejadian perkara.
• Surat lain yang bersifat opsional akan dipertimbangkan sebagai alat bukti yang nyata terhadap bukti lain.
Yang artinya surat adalah alat bukti secara tertulis yang memiliki kekuatan pembuktian secara nyata berdasarkan putusan pejabat dan pihak penegak hukum yang berwenang. Namun di era teknologi, Surat Elektronik (Surel) dapat dipergunakan sebagai salah satu alat bukti untuk mempertanggungjawabkan suatu peristiwa berdasarkan perkara tertentu.
4. Petunjuk
Sementara itu, Petunjuk juga tergolong alat bukti yang sah berdasarkan ketentuan KUHAP Pasal 188 yang menerangkan bahwa
• (1) Petunjuk ialah keadaan, kejadian atau perbuatan yang diterangkan berdasarkan peristiwa hukum atau tindakan kriminal yang bermula dari para tersangka terhadap korban.
• (2) Petunjuk dapat dikuatkan sebagai alat bukti dengan merujuk pada keterangan terdakwa, keterangan korban, keterangan saksi dan surat.
• (3) Petunjuk merupakan penilaian atas keadaan dan peristiwa tertentu yang ditetapkan oleh hakim untuk melakukan pemeriksaan secara objektif.
Berdasarkan keterangan tersebut, Petunjuk memiliki peran yang kuat sebagai alat bukti paling nyata untuk menjembatani antara kesalahpahaman dan ketidakadilan yang menimpa pihak korban dan terdakwa. Sehingga hakim dapat menentukan putusan persidangan secara adil dan bijaksana.
5. Keterangan Terdakwa
Dan Keterangan Terdakwa termasuk alat bukti yang telah tertuang secara jelas pada KUHAP Pasal 189, yang menerangkan bahwa
“Keterangan pihak terdakwa adalah pernyataan atas perbuatan yang dilakukannya secara sadar”.
Mengacu pada keterangan tersebut, pihak terdakwa juga berhak untuk melakukan pembelaan tentang segala hal yang dilakukannya sebagai pembuktian yang sah di hadapan hakim. Akan tetapi keterangan tersebut tidak dapat diwakilkan secara lisan atau tulisan. Hal ini berarti bahwa setiap perkataan terdakwa akan dipertanggungjawabkan secara mutlak agar dapat dijadikan putusan sidang sebelum dijatuhkan sanksi dan hukuman yang berlaku sesuai norma Undang-Undang yang ditetapkan.